A. Filosofi
Filosofi
pendekatan behavioristik adalah empirisme; bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh lingkungan, bukan oleh faktor hereditas atau genetik.
Ekstrimis behavioristik, Watson, mengemukakan statemennya demikian:
“Berilah saya seribu bayi, saya sanggup menciptakan seribu tipe
manusia. Anggapan dasar behavioristik adalah bahwa perilaku merupakan
fungsi dari apa yang terjadi sebelumnya.
Pendekatan behavioristik
menegaskan bahwa perilaku hanya dapat dijelaskan melalui hal-hal yang
dapat diobservasi. Perilaku bukan merupakan proses mental yang tidak
kelihatan. Proses mental seperti berfikir, perasaan, dan motivasi,
adalah sesuatu yang tersembunyi dan tidak dapat diobservasi; oleh karena
itu teori behavioristik memandangnya sebagai materi yang tidak ilmiah.
Prinsip-prinsip untuk menjelaskan perilaku menurut teori behavioristik:
1.Perilaku dipengaruhi lingkungan
2.Belajar adalah hubungan antara kejadian-kejadian yang dapat diamati (hubungan S-R) melalui kondisioning
3.Belajar adalah perubahan perilaku
4.Belajar terjadi apabila antara stimulus dan munculnya respon waktunya berdekatan.
5.Ada kesamaan antara proses belajar manusia dan binatang
B. Ko
Pembentukan
perilaku (belajar), menurut behavioristik, terjadi melalui
pengkondisian. Ada dua jenis pengkondisian. Pengkondisian klasikal: UCS
menghasilkan CS. Pengkondisian operan: konsekuensi dari perilaku akan
meningkatkan atau menurunkan frekuensi munculnya perilaku tersebut pada
waktu-waktu selanjutnya. Dalam belajar atau pengkondisian perilaku,
pendekatan behavioristik bertujuan mengubah perilaku bermasalah ke
perilaku sesuai harapan. Dalam proses kondisioning, pendekatan
behavioristik menggunakan instrumen penguat (reinforcement) dan pelemah
(punishment). Penguat terdiri dari penguat positif dan penguat negatif.
Pada penguat positif, perilaku yang diharapkan terbentuk karena diikuti
oleh stimulus yang menyenangkan. Misal: komentar positif guru (stimulus
menyenangkan) akan menyemangati siswa dalam belajar matematika (siswa
rajin belajar matematika). Penguat negatif membentuk perilaku yang
diharapkan karena siswa ingin menghindari stimulus yang tidak
menyenangkan. Misal: Ibu tidak memberikan uang saku (stimulus tidak
menyenangkan) kalau anaknya tidak rajin mengerjakan PR. Untuk
mendapatkan uang saku maka anak rajin mengerjakan PR. Atau guru
mengatakan: Adi, kamu tidak boleh bergabung membuat poster dengan
teman-temanmu (stimulus tidak menyenangkan), sebelum kamu menyelesaikan
tugas.
Beda antara penguat positif dan negatif: pada penguat positif,
siswa berperilaku positif untuk mendapatkan stimulus yang menyenangkan;
sedangkan pada penguat negatif, siswa berperilaku positif untuk
menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Beda antara penguat
negatif dan punishment: Penguat negatif adalah untuk mengembangkan
perilaku yang diharapkan, sedangkan punishment adalah untuk
menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan. Agar penguat bekerja
efektif, penguat harus diberikan segera setelah perilaku yang diharapkan
muncul (prinsip kontingensi).
C. Mempertahankan perilaku yang diharapkan :
1.Melalui
penguatan intrinsik. Caranya: sering melibatkan siswa pada kegiatan
yang menyenangkan dan memberikan kepuasan dalam kaitannya dengan
perilaku positif yang akan dipertahankan.
2.Penguatan intermitten.
Seperti disebutkan bahwa perilaku yang diharapkan frekuensinya akan
meningkat dengan cepat apabila diberi penguat setiap kali perilaku
tersebut muncul. Apabila munculnya perilaku tersebut sudah teratur, maka
pemberian penguat dikurangi, yaitu pada kondisi tertentu saja.
D. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan:
1.Extinction. Jangan memberikan penguat apapun terhadap perilaku yang tidak diharapkan
2.Cueing.
Menggunakan bahasa isyarat seperti kontak mata, menaikkan alis mata,
mendekati meja siswa dan berhenti di sana sampai perilaku yang tak
diharapkan berhenti.
3.Punishment. Ada pendapat bahwa hukuman tidak
dapat menghentikan perilaku yang tidak diharapkan. Namun demikian kalau
guru dapat menggunakan instrumen hukuman secara tepat maka hukuman tetap
berguna.
Bentuk hukuman yang efektif:
1.Mencela secara verbal singkat, saat itu juga, tanpa emosi, suara rendah, langsung mendekati siswa
2.Memberi denda
3.memberikan konsekuensi logis
4.Time out, menempatkan siswa pada situasi yang membosankan
5.Mengasingkan siswa ditempat tertentu sampai waktu yang ditentukan
Bentuk hukuman tidak efektif:
1.Hukuman fisik
2.Hukuman psikologis
3.PR berlebihan
4.Skorsing
Penggunaan hukuman yang manusiawi:
1.Informasikan bahwa perilaku tertentu akan mendapat hukuman dan sebutkan bentuk hukumannya
2.Pemberian hukuman diikuti dengan konsekuensi
3.Memberi hukuman secara personal
4.Memberi penjelasan bahwa perilaku yang mendapat hukuman adalah perilaku yang tidak bisa diterima
5.Tegaskan bahwa yang tidak bisa diterima bukanlah siswanya tapi perilakunya
6.Secara bersamaan ajarkan dan berikan penguat terhadap perilaku yang diharapkan
Yang harus dipedomani dalam memberikan hukuman:
1.Menghukum secara hemat, hanya dilakukan apabila sangat perlu
2.Menghukum harus jelas bagi anak; apa alasannya sehingga ia dihukum
3.Hindari menghukum karena ketidakmampuan kognitif anak
4.Memberi cara alternatif bagi anak untuk mendapatkan penguat positif
5.Memberikan penguat terhadap perilaku yang belawanan dengan perilaku yang tidak diharapkan
6.Hindari menghukum ketika dalam kedaan emosi dan marah
7.Menghukum pada awal kemunculan misbehavior daripada misbehavior itu sudah terjadi
Dulu
guru memberikan hukuman fisik, sekarang hukuman fisik tidak
diperbolehkan karena dapat menyebabkan luka fisik, dan psikis (trauma).
Selain itu kenyataan bahwa kekerasan hanya akan menghasilkan kekerasan.
Hukuman dapat menimbulkan kecemasan, pemberontakan, rasa tidak aman,
amarah, dan bahkan dendam. Bisa juga ngambek, atau malah jadi pahlawan
diantara temannya, jadi hukuman sama sekali tidak efektif. Hukuman hanya
mengajarkan kepada siswa bagaimana menghindari sesuatu dan bukan
bagaimana mengembangkan perilaku yang positif. Bisa terjadi untuk
menghindari hukuman membuat siswa bolos sekolah. Anak-anak yang dihukum
mengalami kecemasan dan ketakutan serta gejolak emosi yang kuat;
akibatnya mereka tidak dapat berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran,
yang mungkin akan berlangsung lama.
E. Langkah-langkah pendekatan behavioral
1.menentukan masalah (perilaku yang tidak sesuai)—definisikan masalah
2.menentukan tujuan konseling, untuk apa!
3.mempertimbangkan alternatif-alternatif pemecahannya
4.memilih satu altrernatif
5.menentukan jadwal penguatan
6.perjanjian dengan klien akan melakukan alternatif itu dengan sistem penguat
7.pelaksanaan strategi/alternatif yang dipilih tadi
8.evaluasi
8.follow-up.
F. Macam-macam pendekatan behavioral:
1.Applied
Behavior Analysis (ABA) (=modifikasi perilaku, terapi perilaku,
managemen kontingensi). Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa
problem-problem perilaku berasal dari situasi lingkungan masa lalu dan
sekarang
Prosedur:
a.Jelaskan perilaku saat ini dan perilaku yang diharapkan secara jelas
b.Kenali dan gunakan satu atau lebih penguat yang efektif
c.Buat rencana perlakuan dengan menggunakan penguat untuk membentuk perilaku yang diharapkan
d.Catat peningkatan frekuensi perilaku yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan
e.Pantau efektivitas perlakuan dengan melihat perubahan perilaku dari waktu ke waktu, jika perlu lakukan modifikasi perlakuan
f.Meminta siswa untuk mempraktekkan perilaku diharapkan yang sudah terbentuk ke berbagai situasi nyata
g.Secara bertahap hentikan perlakuan dengan menggunakan penguatan intermitten.
2.Functional Analysis & Positive Behavioral Support:
a.Ajarkan perilaku yang diharapkan
b.Secara konsisten perkuat perilaku yang diharapkan
c.Ubahlah lingkungan kelas untuk meminimalkan kondisi yang dapat memicu munculnya perilaku yang tidak diharapkan
d.Kembangkan rutinitas harian yang menjamin siswa merasa nyaman dan aman
e.Buka peluang agar siswa memiliki pilihan-pilihan untuk memperoleh hasil yang diinginkan
f.Lakukan adaptasi terhadap kurikulum dan/atau pembelajaran untuk mengoptimalkan kesuksesan akademik siswa
G. Syarat kesuksesan pendekatan behavioristik:
1.Titik berat perlakuan pada hubungan sebab-akibat
2.Fokus pada proses belajar (kondisioning): membentuk dan melemahkan perilaku
3.Klien berkeinginan berperan secara aktif, dan mau diprogram
4.Konselor menganalisa masalah klien untuk menemukan faktor penyebabnya
5.Ada hubungan baik antara konselor dan klien
Konselor
harus melakukan analisis untuk menemukan hal-hal yang berhubungan
dengan permasalahan klien, misal lingkungan sosialnya,
kebiasaan-kebiasaannya. Konselor harus bersikap tanggap, dan sikap
tanggap ini akan terjadi bila terjadi hubungan baik. Hubungan baik ini
merupakan social reinforcement. Oleh karena itu harus dikembangkan
terlebih dulu. Kalau social reinforcment ini sudah dirasakan klien, maka
biasanya klien bersikap lebih terbuka, dan klien lalu bisa memilih
sendiri hal-hal yang dapat dilakukan yang dirasa menguntungkan, sehingga
klien aktif merencanakan program behavior modification untuk dirinya.
H. Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan behavioristik:
Kekuatan:
1.Efektif untuk mengarahkan problem perilaku menjadi perilaku yang sesuai dengan harapan.
2.Tepat untuk siswa yang tidak motivated
Kelemahan:
1.Membutuhkan waktu lama
2.Kurang efektif untuk siswa yang kemampuan kognitifnya tidak memadai, sehingga memerlukan bantuan pendekatan kognitif
3.Pemberian penguat ekstrinsik menyebabkan siswa kurang tertarik pada pelajaran yang tidak ada penguatnya
4.Guru harus menguasai dan mengetahui jenis penguat dan kapan penguat harus diberikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar